Total Kemacetan

Sabtu, 01 September 2012

Curcol

Sedang sedih ...
Bagaimana tidak, blog yang pertama yang diseriusi, di rawat, di tengok, di sapuin dari sampah-sampah, di beresin...eeeh...tiba-tiba mau di gusur. Haduh...haduh...dimana harus menyimpan semua postingan yang gak jelas, yang ngasal, yang gak berguna dan sayang kalau dibuang. Apakah di taruh di sini saja *pandangan memelas pada blogspot*...boleh yaaa .... *kedip-kedip*

Katanya sih harus siap-siap pindahan sebelum 1 desember 2012. Selamat tinggal rumah lamaku di multiply...dadah...pasti aku selalu merindukanmu

Taman Lalu Lintas Bandung

Taman lalu lintas terletak di Jl. Belitung No. 1 Bandung. Taman lalu lintas Bandung dikenal juga dengan nama taman Ade Irma Suryani Nasution yang pada zaman Belanda bernama Insulinde Park (Taman Nusantara). Masuk taman ini termasuk murah meriah, hanya  dengan merogoh saku Rp. 4000 saja untuk usia 2 tahun keatas. Dengan kata lain usia di bawah 2 tahun tidak dikenakan biaya.

Saat memasuki  area taman kita sudah di sambut dengan rimbunnya pepohonan dan beberapa rambu-rambu lalu lintas sesuai dengan visi dan misinya yaitu memberikan pendidikan keamanan dan ketertiban lalu lintas kepada anak-anak agar dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari demi keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Udara yang segar, lahan yang luas, adalah tempat yang cocok sebagai arena bermain anak-anak. Berlarian dengan bebas, memanjat, main ayunan, jungkat-jungkit dengan fasilitas gratis yang telah disediakan.

Beberapa fasilitas bermain harus membayar lagi dengan kisaran Rp.4000 seperti kereta api, mandi bola, kolam renang, dan sewa sepeda.


Harga tersebut termasuk murah jika dibandingkan dengan kenyamanan yang kita peroleh. Fasilitas umum seperti kamar kecil dan mushola pun cukup memadai.

Taman lalu lintas bisa dipilih sebagai arena rekreasi keluarga yang murah meriah. Dengan  hamparan rumputnya yang hijau kita bisa menggelar tikar  untuk makan dan bersenda gurau bersama keluarga.


Selasa, 08 Mei 2012

Lirik Dari Sang Pengamen

Pagi-pagi seorang pengamen sudah mulai melantunkan tembangnya
"apa artinya malam minggu bagi orang yang tidak mampu,  mau ke pesta tak ada uang, lebih baik begadang sambil berdendang, yang penting hati senang....."

Jujur saja mendengar lirik tersebut sedikit ilfill dibuatnya. Lirik tersebut menggambarkan seseorang yang hanya ingin bersenang-senang tanpa mau berusaha. Kenapa malam minggu harus identik dengan pesta pora? kalau memang merasa tidak mampu dalam masalah ekonomi kenapa tidak mau bekerja? Bukankah dalam agama juga diajarkan "Qod aflahal mujhid muzhid - sungguh beruntung orang yang hemat dan mau bekerja keras".

Saya jadi berpikir, apakah karakteristik orang Indonesia seperti itu sehingga tercipta lirik lagu seperti di atas yang selalu mengharapkan belas kasihan orang, berisi keluhan dsb.

Banyak yang mengaku tidak mampu, tetapi dalam keseharian pekerjaannya hanya diam saja, menjemur badan, ngobrol ngalor ngidul, main gapleh dll. Padahal di sisi lain ada yang bekerja keras banting tulang, memanfaatkan lahan dengan bercocok tanam, berniaga, bekerja sebagai kuli, tetapi tanpa mengeluh atau berucap bahwa "saya miskin".

Ada satu contoh yang membuat saya terharu. Seorang Ibu dengan 12 anak yang ditinggal suaminya tanpa ada uang pensiun berhubung suaminya hanya seorang supir truk. Tetapi, beliau tidak pernah meminta belas kasihan. Pagi-pagi sang Ibu bercocok tanam, siangnya bekerja paruh waktu memasang mute kerudung & baju. Dan, saya lihat anak-anaknya tidak ada yang kelaparan.

Tidak ada sesuatu yang instant dalam hidup ini, semuanya harus dilakukan dengan berusaha dan berdoa. Mie instant aja harus ada usaha untuk memasaknya ...

Selasa, 21 Februari 2012

Serba Impor

Beberapa bulan yang lalu sempat terjadi percakapan dengan teman saya tentang hobby pemerintah mengimpor barang. Sampai untuk bumbu sekelas garam pun harus impor. Teman saya yang dengan nada berapi-api menyebutkan bahwa pemerintah melakukan hal tersebut hanya untuk mempermudah saja. Bayangkan jika harus membina para petani garam ataupun petani lainnya...pasti di butuhkan biaya yang tak sedikit. Dengan jalan impor kebutuhan langsung tersedia, pemerintah pun bisa menerima bagian pajak impor...mudah kan?

Saya menambahkan bahwa mungkin juga kultur sebagian orang Indonesia yang bangga dengan produk asing dengan menganggap produk impor kualitasnya lebih bagus dari produk lokal.

Kemudian, suatu hari saya ke pasar tradisional, belanja beberapa bumbu yang dibutuhkan. Oleh penjualnya, yang memang langganan, saya ditawari jahe impor yang bentuknya besar dan kondisinya bersih. Saya tanya impor dari mana? Dia jawab Cina. Saya langsung geleng kepala dan memilih jahe lokal yang harganya lebih mahal, bentuknya lebih kecil, dan  masih kotor oleh tanah. Tapi, penjualnya juga mengakui jahe impor tersebut kurang pedas(hangat) dibanding dengan produk lokal. Yang jelas saya pernah coba jahe impor tersebut wanginya  gak begitu greget.

Kemudian di lain waktu saya membeli celana panjang yang kebetulan sedang diskon (modis = modal diskon). Setelah ada yang cocok dan pas langsung saya bayar. Di rumah, saya iseng-iseng lihat merk dan atribut yang ada, ternyata di sana di tulis "Made in Cina  di impor oleh...bla..bla..bla"...Whatt!! Celana panjang biasa seperti ini saja harus impooor??!!!

Dilain waktu, saat jalan-jalan dengan suami melihat-lihat alat-alat rumah tangga, suami tertarik dengan kap lampu. Saat melihat label harga dan keterangan produknya saya langsung berteriak "weks...kaya gini juga harus impor dari Cina? memang orang Indonesia gak bisa bikin sendiri?"
Suami cuma bisa nyengir dan bilang "Lihat modelnya aja, bikin sendiri juga bisa, cuma harus cari bahan yang tepat".

Kesimpulannya : pasar dibanjiri produk impor, kapan kita bisa mandiri?